Menulis Dialog Dalam Fiksi

"Bayangin lu ditodong sama elf umur 20 tahun--"
"Anak kecil, dong?"
"...Sori. Bayangin lu ditodong elf umur 200 tahun..."

Berapa kali saya komentar di grup menulis terbuka kalau dialog yang ditulis penulis baru enggak enak dibaca? Entah, dan kadang sangat disayangkan karena dialog yang bagus bisa membuat adegan biasa jadi luar biasa. Jadi sekarang, meski urutannya tertukar dengan cara menulis dialog romance minggu kemarin, saya kembali hadir dengan tutorial baru; cara menulis dialog dalam fiksi!

Eh, emang beda sama ngobrol biasa? Ya, beda. Antara dialog dalam fiksi dan percakapan sehari-hari itu harus serupa, tapi tidak boleh sama. Kamu bisa ngobrol satu jam penuh sama teman, dan kamu bisa mendengarkan dosen atau guru bicara soal teori-teori buku tebal, tapi siapa sih yang mau baca begituan?

Dialog dalam cerita harus punya esensi, efektif, dan fungsional. Sifat & Fungsi dari dialog dalam fiksi di antaranya adalah:

Memajukan plot

Percakapan yang dimulai harus mengubah status salah satu atau semua karakter pada akhir percakapan. Bisa itu perpindahan informasi (tidak tahu jadi tahu), perubahan status (terancam jadi tidak terancam), atau hal lain. Tidak perlu positif juga tidak apa-apa. Perubahan status juga bisa mengarah ke negatif (tahu jadi tertipu).

Menunjukan sifat karakter

Kalau kamu masih sering bilang "oh dia ini orangnya begini…" maka kamu belum berhasil show don't tell dalam departemen sifat karakter. Dialog yang baik menunjukan cara berpikir dan status seseorang, bahkan sampai memberi karisma. Sifat-sifat demikian bisa terpapar dari cara seseorang berdialog dengan orang lain.


Memberi konflik dan ketegangan/resolusi dan kerenggangan

Baik itu romance atau misteri, dialog seseorang bisa memberi ketegangan atau kerenggangan. Dia juga bisa memberi konflik atau resolusi. Maksudnya apa?


Dalam setiap percakapan, ada tujuan dan sesuatu yang diinginkan oleh masing-masing individu. Motivasi seseorang bisa bertolak belakang dengan lawan bicara. Contoh sederhananya adalah seorang detektif ingin mendapat informasi dari orang yang takut bahwa saudaranya adalah pelaku pembunuhan. Ada konflik di sana. Ada pula orang yang ingin menenangkan seorang anak yang kehilangan orang tuanya – dia berusaha memberikan resolusi.


BASIC PENULISAN DIALOG

Untuk membuat dialog menjadi menarik dan suara mereka terdengar, kamu harus paham karakter kamu siapa. Ya kalau bikin karakter sih, kalian mungkin lebih paham daripada saya dan sudah ada catatan kepribadian, baik itu MBTI, archetype, sifat dasar, zodiac, tarot, alignment D&D dan MTG color, atau malah merangkap banyak sekaligus sampai kenyang. Hal tersebut akan membantu kamu menentukan sifat dasar seseorang saat berbicara.

Selain sifat, kamu juga harus menentukan tipe diktasi suara seseorang, kebiasaan berbicara, pelafalan, dan unsur kebahasaan dan kebudayaan yang dapat menambah atau mengurangi kata-kata. Unsur-unsur tersebut lahir dari background, cara berpikir, trauma, kebiasaan, dan hal-hal lain yang pada dasarnya sudah ditentukan saat menciptakan seorang karakter.

Jadi, bagaimana kamu memastikan setiap orang punya sifat yang terdengar sampai telinga pembaca?


Disingkat OCEAN atau CANOE terserah

Karakter (Short Tutorial of Big 5)

Dari banyaknya sifat dan archetype yang bisa kamu pakai, saya akan sedikit menjabarkan salah satu tipe kepribadian yang menurut saya lebih sederhana daripada Mayers Brigg 16 personality. Kelima personalitas ini jauh lebih singkat dan mudah terbayang di pikiran saya. Lima sifat utama dalam karakterisasi ini ialah:

Openness (keterbukaan): Seberapa terbuka seseorang dengan ide dan kejadian baru. Low Openness menandakan orang yang kaku dan keras kepala, sementara High Openness adalah orang yang kreatif dan penasaran.

Conscientiousness (kesadaran diri): Seberapa disiplin dan kaku seseorang terhadap sesuatu. Low Conscioentiousness menandakan orang yang impulsif sementara orang dengan High Conscientiousness adalah orang yang disiplin dan teratur.

Extraversion (kesadaran sosial): Seberapa sosial seseorang terhadap orang lain dan tingkat kepercayaan diri. High Extraversion adalah orang-orang extrovert dan Low Extraversion adalah orang-orang introvert.

Agreeableness (keramahan): seberapa baik dan kecenderungan memprioritaskan orang lain sebelum diri sendiri. High Agreeableness adalah orang yang mudah dibujuk dan baik hati, sementara Low Agreeableness adalah orang yang mementingkan diri sebelum orang lain dan tegas.

Neuroticism (emosional): Seberapa tinggi tingkat emosi dapat mempengaruhi seorang individu. Low Neuroticism adalah orang yang cool dan dingin kepala, sementara High Neuroticism adalah orang-orang yang mudah terpengaruhi status emosinya sendiri.

Kelima hal di atas adalah salah satu cara mengetahui sifat karakter. Kalau bisa lebih kompleks, atau pakai teknik karakterisasi lain, syukur bisa pakai yang mainstream. Karakter mempengaruhi dinamika cara berbicara dan emosi saat berbicara.


Read the dialogue samples in my wattpad i am
not gonna copy-paste that HMPH.

Keadaan dan Status yang Mempengaruhi Tipe Diktasi

Setiap orang punya cara berbicara yang dipengaruhi oleh banyak unsur di dalam diri seperti status sosial, kepada siapa mereka bicara, umur, keinginan, cita-cita, dan masih banyak lagi. Beberapa tipe diktasi yang umum ditentukan saat menentukan cara bicara bisa mempengaruhi cara baca, menunjukkan status, menunjukan culture dan sopan santun, dinamika pembicaraan, dan masih banyak lagi.

Contoh tipe diktasi dan cara penerapannya adalah sebagai berikut:


- Diktasi Formal (Sesuai EYD, kaku, resmi)

“Apakah Anda sudah mendaftarkan diri di loket sebelah?”

“Jika Anda berpikir demikian, bukankah seharusnya anda segera mengirim pasukan ke daerah itu?”


  - Informal (Sehari-hari, dipengaruhi lokasi, tidak resmi)

Emangnya mau jalan ke mana? Boleh ikut gak?”

“Heh, ngapain? Mau bunuh diri? Berdiri kok di pembatas jembatan… neng, jalan masih luas!”


  - Slang (Dipengaruhi latar, waktu, dan culture pada jamannya)

“Elf muda rambut cepmek? Siapa elf gila yang pakai model cepmek?!”

Post saja di grup atau di server gitu. Kalau ada yang nemu, nanti juga kamu di-chat.

Apa, Meme itu Internet Culture, let me have my cepmek elf. Better yet, draw me a cepmek elf.


  - Logat (Cara pelafalan khas penduduk lokal yang menunjukan masa lalu, budaya, dan kebiasaan berbicara)

“Ya ndak tahu, saya hanya penduduk.”

“Atuh da kamu mah, malah ambil pedang punya orang…”


Catchphrase/Kebiasaan

Apa perbedaan logat bicara dengan kebiasaan dan catchphrase? Mungkin kamu sering denger anak jaksel mengawali kalimatnya dengan ‘well’ terlalu banyak, atau mengawali kalimat dengan ‘SO here’s the thing–’ begitu. Catchcall dan kebiasaan ini punya banyak contoh, misalnya karakter fiksi Naruto (dattebayo~), general anime catgirl (Nya~) dan masih banyak lagi.

Hati-hati, jangan ketergantungan. Saya pernah baca cerita yang karakternya kebanyakan mengeong dan saya, penulis furry, punya cukup Nya~ untuk seluruh buku saya dalam satu bab KURANG.

I am a furry and I don’t even NYA THAT MUCH.


> Pelafalan

Saya bakal ngaku dan bilang saya cadel. Pelafalan setiap orang bisa berbeda dalam beberapa hal; misalnya saya gak tau cara baca Colonel sampai umur saya 20 tahun dan seseorang di internet yang baca keras kata tersebut membuat saya kaget.

Derita pembaca buku, cuma tahu cara nulis gak tau cara baca dan gak ada yang mengoreksi saya sama sekali.

Anyway.


> Pengurangan dan Penambahan kata

Pernahkah kamu mendengar seorang multilinguist, yang menggunakan bahasa lain selain bahasa Ibu, tanpa sengaja menambah atau mengurangi kata-kata karena grammar satu bahasa dengan bahasa lain berbeda? Kalau kasusnya orang Indonesia, mungkin (saya mengaku, lagi) kebanyakan menggunakan imbuhan -nya dalam bertutur karena dalam bahasa sunda, -nya juga dipakai dalam penekanan. Kalau kasus kita berbahasa Inggris, kadang yang hilang saat berbicara adalah sambungan subjek [am, are, ect] karena tidak ada terjemahan tepat dalam bahasa Indonesia.


2. Tentukan Tujuan… dan Peragakan!

Setelah kamu memberi suara yang khas kepada karakter kamu, saatnya menentukan tujuan dari dialog yang akan kamu tulis. Tujuan ini bisa tujuan general, (Memajukan plot/menunjukan karakter/ memberi konflik atau resolusi) atau tujuan spesifik (saya mau mendapatkan informasi spesifik dari orang ini/ aku mau ngobrol sama si ganteng lebih lama lagi)

Tapi yang paling penting dan (gusti allah kenapa kalian tuh) sering lupa adalah mengingat bahwa dialog bukan narasi. Dia itu bahasa terucap. Maka dialog harus enak diucapkan. Jangan sampai kalian bikin dialog malah bikin orang bertanya-tanya apa orangnya gak keseleo lidah, dan kenapa mereka berkata seperti itu.

Saya juga dapet masalah orang berdialog dan memperkenalkan diri seakan-akan orang normal bakal memperkenalkan dirinya sampai keluar meme ‘no offense tenk u’. Ingat, kawan, in doubt, bayangkan semua karakter kamu sariawan biar semua orang ngomongnya secukup dan sebisanya. (That’s a joke but yes, less is usually more)

Hm, penulis jadi dapet ide post cross-skill…


3. Tunjukan (Show don't Tell)

Sebagai orang yang agak bodoh nulisnya, saya bakal bilang ‘gak ada yang salah dengan pakai dialog tag ‘kata karakter A’’

TETAPI.

Sebagai penulis kita harus melukis adegan dengan kata-kata. Kalau memang ada tempat, usahakan pakai dialog tag yang menggambarkan cara kalimat itu disebut, atau apa yang karakter lakukan saat berkata demikian.

Usahakan untuk menghindari kata perasaan. (Dia menggumam karena takut, Alice tersenyum bahagia setelah dipuji guru) Lebih baik kamu tunjukan bagaimana gerak tubuh, cara bicara, intonasi, dan nada bicara. Tunjukan bagaimana anak remaja bahagia. Buat pembaca mendengar bagaimana seseorang takut akan hantu.


Next tutorial entah itu Dialog Konflik dalam Misteri dan Horror atau kita lanjut mempersenjatai basic dialog writing ini dengan lebih banyak tips menarik soal dinamika, hasrat, dan cara menciptakan dialog yang hidup.


May your dialogue sounds to the heart of many

RohalussW, signing out!


Related Tutorial:

Menulis Dialog Romantis [LINK]

Komentar

Postingan Populer