Cross-Skill Post 01: Teknik Penulisan Komik yang Bisa Diadopsi ke Menulis Novel

Postingan berdasarkan tulisan saya di grup Facebook di sini.
----
(Tutorial dan Refleksi ini ditulis untuk penulis yang paham istilah komik)

Oh, halo.

Sudah lama tidak bersua. Tanpa basa-basi, yang sebetulnya masih basa-basi pula, saya mau memperkenalkan segmen yang baru kepikiran sejak saya punya hobi lain selain menulis dan berkomik. Apakah itu?

Yap. Cross-Skill posts. Beberapa hal yang saya refleksi dari hobi lain yang ternyata bisa mempengaruhi dan mempercantik tulisan. Ada banyak yang terjadi selama tiga tahun terakhir (WAH ROHA HIATUS TIGA TAHUN) dan banyak sekali waktu yang saya ingin gunakan untik menulis, namun tidak punya waktu atau mood kuat untuk melakukan hal tersebut. Tetapi, tunggu dulu... bukan berarti saya berhenti. Saya tetap berkarya, dengan jalur berbeda, dan saat saya kembali ke blog ini, saya merasa sudah membawa ilmu aneh dan refleksi diri dari hobi dan kuliah yang saya jalani.

So let's start small, shall we?

Menulis komik adalah salah satu skill yang paling mudah untuk diolah menjadi tutorial menulis, karena pada dasarnya baik menulis narasi ataupun komik, keduanya merupakan medium bercerita untuk menyampaikan kisah. Perbedaan terbesar di antara keduanya adalah bagaimana narasi tersebut sampai ke pembaca; satu melalui prosa, kata-kata, dan irama penulis. Satu lagi, lewat gambar, gelap-terang, dan komposisi garis dan unsur rupa. Dasar kepentingan masih sama; menyampaikan sebuah narasi melalui perspektif yang ditentukan oleh pemegang pena.

Ada beberapa aturan saat menulis skrip komik yang seharusnya seorang penulis novel perhatikan juga. Dasar-dasar kecil yang mungkin luput (atau karena saya goblok) dan baru terasa begitu unsur merangkai prosa rapih dikesampingkan demi fungsi dan struktur. Apa sajakah itu?

Pencegahan Infodump
Dalam komik, ruang panel setiap kotak illustrasi sangat terbatas. Balon kata tempat dialog tertulis bertumpuk dengan background, wajah karakter, SFX lettering, adegan, petunjuk plot...

Sebagai penulis pemula semua unsur kisah bisa saling berperang mempertahankan posisi. Apa yang penting saat itu, dalam adegan dan narasi tersebut? Bagian apa yang bisa dikurangi, bagian mana yang lebih penting? Prosa dan kata-kata begitu abstrak sebelum disusun, dan terkadang kita begitu kebingungan soal kapan harus ditambah, dan kapan narasi disebut "cukup".

Bingung? Bagaimana kalau sekarang kita perhatikan komik?

(credit gambar: Graphic Webnovel; Unsounded by Ashley Cope, Convergence halaman 38)

Kalian bisa perhatikan bahwa komikus juga tidak menggambar semua detail yang ada. Kalian bisa merasakan bahwa karakter ini ada di dalam ruangan bercahayakan sinar hangat, tapi soal background hanya disinggung sedikit di panel ketiga; itupun mengingatkan bahwa dinding ruangan mereka terbuat dari kayu. Empat panel terakhir tidak memiliki background; hanya warna hangat cokelat solid yang mendadak menjadi putih saat punchline dilempar.

Ibaratkan bahwa satu kertas tersebut adalah batas jumlah kata sesuai dengan fokus pembaca terhadap satu topik. Apa bagian paling penting dalam narasi untuk menyampaikan gagasan kamu? Haruskah kamu menggunakan semua informasi itu dalam satu kertas, atau membiarkan jeda supaya tidak terlalu penuh?

Tempo dan Conflict Buildup
Sama seperti menulis, komik juga memiliki tempo. Tempo menentukan irama cerita dan jumlah informasi yang diberikan untuk pembaca dalam selang beberapa paragraf. Dengan memperkirakan kisah novel layaknya komik, kamu bisa memperhitungkan info sebanyak apa yang kamu harus lempar ke pembaca dalam jeda tertentu.

Tapi tentu saja tidak semua panel ukurannya sama. Ada Bleed page (halaman yang tidak punya panel), spread page (illustrasi dua halaman yang kontinu), juga ada panel berbagai ukuran yang punya kepentingan berbeda. Ukuran panel itu selaras dengan kepentingan mereka dalam narasi, dan tidak semua narasi itu setara. Kadang, ekspresi karakter saat mengucap lebih penting daripada tempat mereka duduk. Indikator besar-kecilnya panel menentukan jumlah kata yang kamu butuhkan untuk sebuah ide.

Ada satu hal yang penting juga dalam penempatan panel; panel terakhir dalam setiap halaman sebelah kiri (manga style; sebelah kanan kalau kamu pakai format buku Indonesia) harus punya hook atau konflik. Ini diwajibkan karena sebagai buku komik cetak, kamu harus mencoba membuat pembaca terus membuka halaman selanjutnya.

Inilah salah satu hal yang bisa kamu adopsi dalam penciptaan komik dalam novel; pada selang tertentu, sebuah masalah baik itu kecil atau besar, harus disebut atau dijabarkan untuk menjaga rasa penasaran pembaca. Kalau menurut komik, idealnya setiap sekitar 10-14 paragraf, meskipun penulis novel dewasa OokamiKasumi mengatakan dalam tutorial menulisnya di DeviantArt kamu bisa melakukannya hampir tiap paragraf, seperti rantai konflik dan resolusi yang tidak pernah putus.

Hati-hati saja kalau konflik dan resolusi terus dijajarkan seperti tali begitu tanpa jeda, nanti pembaca makin tegang. Mengatur rasa tegang dan bahagia itu penting juga loh.

Menolong Penulis Visual Oriented atau Komikus dalam Memperkirakan Kepadatan Informasi dalam Kisah
Saya lebih banyak membaca dan mengamati komik daripada novel. Saya lebih paham kenyamanan informasi dalam format komik. Seandainya memang ada rasa bingung berapa banyak kata untuk satu adegan, saya biasanya menutup mata dan coba membayangkannya dalam visual komik.

Cara ini bisa membuat kamu sebagai visual-oriented author atau komikus lokal mau belajar narasi dapat memperkirakan apa yang penting, apa yang tidak penting, dan bagaimana cara kamu membuang detail tidak perlu dalam cerita. Selain membuang detail kamu juga bisa belajar untuk menekankan adegan penting.

(Let's face it bruh; gambar juga perlu tenaga)

Membantu Penulis ADHD/Pemula yang Kesulitan Menentukan Narasi Penting
Kamu bisa merasakan ini saat kamu belajar menulis skrip komik, atau ya, membuat skrip komik itu sendiri.

Skrip komik punya kecenderungan menulis hal penting dalam suatu panel dan pengarahan dari panel ke panel. Hal ini mempermudah penulis baru dan orang-orang dengan kesulitan merangkai ide (executive function otak = 0) memotong sebuah gagasan besar menjadi potongan yang lebih kecil.

Selain memotong task besar ke task lebih kecil, menulis skrip komik juga bisa menentukan arah yang lebih jelas. Apa yang menghubungkan topik satu dengan topik selanjutnya? Generalisasi anak-anak neurodivergent salah satunya memang ngalor-ngidul dalam topik yang kita suka, dan dengan struktur seperti skrip komik, kita bisa menjelaskan suatu gagasan lebih lembut dan tertata rapi.

I hope this rambling makes sense, terutama bagi kalian yang kesulitan untuk menentukan apakah saya kebanyakan info-dumping atau kurang informasi.

May your penship write well
Rohaluss 2022

Komentar

  1. Wah sangat keren. Wawasan novel dan komik di komparasikan menjadi satu bagian yang sama dalam menarasikan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Unch, banyak kok hal dari hobi lain yang bisa masuk ke dunia menulis. Senang bisa menolong.

      o w o) Your Local Furry Author
      RohalussW

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer