Berceritalah dengan Jujur
Tentu saja, di balik semua cara bercerita yang ada, dari menulis plot sampai editing sampai gimbal, ada sesuatu yang tidak tertulis; sebuah cara yang terus menjadi rahasia tentang bagaimana penulis mendapat cerita yang sungguh, serius, menyayat hati dan membekas bagi pembaca.
Apa yang mau kamu ceritakan? Kenapa orang harus tahu?
Suatu hari nanti, mungkin besok, mungkin lusa, mungkin puluhan tahun lagi, seseorang akan membaca ceritamu dan tertawa, menangis, rindu, marah, menangis. Iba. Tertarik, tersenyum. Jatuh cinta. Tapi apa yang menjadi inti dari cerita itu? Bagaimana kamu mau membawa emosi itu supaya jatuh di tangan pembaca dengan hormat?
Silakan menangis sendiri di depan layar, silakan berimajinasi dan merenung sendirian, tertawalah sendiri kalau memang itu tujuanmu. Tapi kalau kamu mau bicara soal cinta, soal petualangan, pencarian jati diri, tentang hilang arah atau tentang rasa takut...
Tolong jujur pada diri sendiri.
Hadapi apa yang membuatmu jatuh cinta, hadapi perjalanan yang menutup mata itu dengan kawan baik, tertawalah dengan akal yang sehat.
Penulis punya rahasia; mereka jujur pada tulisannya. Tulisan tentang kopi dingin yang dibiarkan karena menunggu sebuah alasan, mencari ide yang tidak kunjung datang, adalah bagian dari diri mereka yang mereka hadapi sendiri dan diusahakan untuk sampai pada kalian. Kami bicara soal waktu, soal rasa pahit, dan soal kekosongan. Tulisan ini adalah tulisan yang jujur.
Jadi cobalah untuk sedikit lebih jujur tentang isi dan tujuan. Tentang hal yang membuatmu jatuh cinta. Tentang diri sendiri.
Siap kak
BalasHapus