Ketegangan dalam Horror [SPOILER FREE]

Bagaimana sih cara membuat cerita yang bikin deg-degan?

Dan enggak, saya enggak bicara soal romance ataupun Doki-Doki Literature Club, itu bahasan untuk edisi lain (stay tuned). Ini tentang suspense dan horor, sebagai general idea dan poin penting.

Jadi apa yang membuat cerita horor terasa... Horor? Apa monster yang diam di bawah kasur? Atau cewek Yandere yang berusaha membunuhmu karena kamu berkenalan dengan cowok yang salah?

Mungkin. Mungkin begitu, tapi monster di bawah kasur bisa jadi kesepian, dan cewek Yandere bisa dipelintir jadi comedy romance. Jadi apa, tepatnya, yang membuat unsur menyeramkan bisa sampai pada pembaca?

Kutipan Maestro cerita horor, H. P. Lovecraft menyatakan, "Rasa takut terbesar dan tertua adalah rasa takut akan hal yang tidak diketahui."

Atau bahasa kerennya: 'The oldest and strongest kind of fear is the fear of the unknown."

Coba ingat-ingat kenapa kamu takut ujian Matematika atau pelajaran sulit lainnya. Apa kamu masih akan takut bila tahu bentuk soal dan pertanyaannya?  Aku juga yakin deg-degan kalian mulai reda saat aku mengutarakan kalimat kedua - itu kalau kalian betul menghayati catatan punyaku ini.

Back to Topic, rasa takut akan hal yang tidak kamu ketahui bisa dicetus dari banyak hal. Tapi yang terpenting bukan menunjukkan ancaman dan sumber masalah, tapi justru menunggu. Menunggu, perlahan-lahan sampai pertanyaan terjawab satu per satu. Ini tidak hanya berlaku pada kisah horor, tapi nyaris semua kisah.

Kalau rasa takut muncul kalau kamu tidak tahu apa yang terjadi, ngapain kamu ngasih tahu kunci jawabannya ke pembaca?
Siapakah dalang di balik kasus ini? Apa yang terjadi di rumah berhantu itu? Kapan tokoh utama sadar? Siapakah pembunuh di antara kita? Kapan tokoh utama dan pacarnya mengutarakan perasaannya satu sama lain?

Pertanyaan di atas akan membantu pembaca tetap deg-degan dan tertarik untuk terus membaca.

Setelah kita bahas plot, mungkin latar bisa menunjang rasa takut akan hal yang asing itu. Tempat baru yang luas dan masih asing untuk ditinggali (sebuah alasan baik untuk Dormitory sebagai latar kisah horor), ruangan gelap minim penerangan yang menjadi pertanda sesuatu sedang bersembunyi di dalamnya, atau kastel dan benteng belanda yang - tentu saja - entah berapa orang telah mati di dalamnya.

Tetapi kalian tidak perlu sampai se-drastis itu. Bahkan telepon yang berdering di malam hari, suara langkah di lorong yang panjang, dan bisikan lembut bisa menjadi horor. Bahkan di Ghost Dormitory in Den Haag, sebuah bunga anggrek kelabu dapat mengikat pembaca dalam pertanyaan dan ketakutan (tbh saya kurang menikmati, tapi anggrek kelabu di blurb-lah yang membuat saya beli).

Sampai mana tadi?

Ahem. Jadi kita sudah bahas itu, bagaimana kalau kita bahas tekniknya?

Satu, batasi Point of View. Daripada kamu menggunakan sudut pandang yang bisa tahu isi hati setiap lakonnya, coba batasi pembaca sebagai 'aku' atau sebagai pengamat terbatas. Kamu bisa mulai dengan karakternya yang tidak tahu apa-apa, dan kesiapan atau tidaknya karakter sama dengan pembaca. Mainkan hal itu baik-baik dan rasa takut akan sampai pada audiens.

Dua adalah menyesuaikan hal-hal horor secara relavan. Hantu mungkin melakukan poltergeist, tapi hanya vampir yang menghisap darah dan meninggalkan jejak di arteri korbannya. Saya pernah baca novel FantasTeen yang punya kekuatan hantu, tapi pemeran utamanya psikopat. Ada perbedaan antara Terasi Basi yang mengalihkan perhatian dan menipu pembaca, kawan. Jadi hati-hati.

Tiga, mainkan gaya menulis. Ini dilatih secara pribadi, tapi contohnya sudah banyak kok. Favorit saya adalah kisah Edgar Allan Poe, tentang kisah seseorang yang membunuh dan gila karena mendengar denyut jantung orang yang dia bunuh terus menerus. Tapi kalau mau penulis FantasTeen, kalian bisa membaca karya Wheza di Poltergeist. Wheza punya kebiasaan memotong kata untuk dramatisasi tapi enggak pernah dia lepas sampai merusak deskripsi.

Catatan lain untuk kalian, akan ada saat di mana pembaca tahu lebih banyak daripada karakter.  Pada detik ini, yang jadi pertanyaannya bukan apa dan bagaimana, tapi kapan hal buruk itu akan menimpa karakter. Contoh paling baik dan agak unik bisa dibaca di FantasTeen karya Arghi Asy-Syira Soul Eater. Pada biasanya novel thriller suspense menggunakan rasa penasaran kapan terjadinya di akhir menjelang klimaks, Arghi memulainya sejak pembaca melongok buku dan membaca blurb.

Saya akan bahas contoh-contoh yang disebut, tapi di artikel lain (di blog lain) supaya orang gak kena spoiler. Tentu saja, dengan contoh saya bisa menjelaskan lebih rinci lagi, so stay tuned always!

Saya harap kalian bisa mengambil satu dua pelajaran. Happy writing!

P. S.
Saya udah pecat admin pengganti karena dia terlalu kasar.

Komentar

  1. Balasan
    1. Ada, dan dia kasar banget sih, dan kurang ngebantu :/

      Yaudah ya saya pecat aja

      Hapus
  2. Kapan bikin artikel lagi? Kangen nih baca tipsnnya 😭😭

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf, saya benar sibuk. Mungkin mulai bulan ini masih bermasalah karena nilai juga. Terima kasih atas support-nya meski saya telah menghilang selama dua tahun penuh.

      Salam
      Main Admin Alia Rohaluss

      Hapus
  3. Balasan
    1. To be honest saya lebih aktif Instagram karena portofolio saya juga disana. Kalau rindu tinggal pindah platform.

      Theres no joke aside. Saya memang lebih aktif Instagram karena lebih mudah akses. Gampang kok nyari saya. Hehe.

      Salam
      Main Admin Alia Rohaluss

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer